ASSALAMUALAIKUM WR.WB TERIMAKSIH ATAS KUNJUNGAN ANDA DI "DUNIA PSIKOLOGI",SEMOGA BERMANFAAT UNTUK KITA SEMUA. WASSALAMUALIKUM WR WB

Kamis, 29 Maret 2012

DISGRAFIA


BAB II
PENGAJARAN MENULIS
A.     Pengertian Menulis
Yang di maksud dengan proses menulis meliputi tiga aspek, yaitu menulis, mengeja, dan mengarang. Untuk dapat menulis dengan baik, beberapa jenis keterampilan diperlukan, antara lain kemampuan mengorganisasikan pendapat, mengingat, membuat konsep, dan mekanik (tata tulis). Dalam kehidupan serba maju ini, kemampuan menulis mempunyai peran yang semakin besar. Hamper setiap kehidupan memerlukan kemampuan menulis.
B.     Pengajaran Menulis dalam kurikulum
Penekana pada salah satu aspek sangat tergantung pada kemampuan anak. Pada setiap aspek menulis, ada beberapa kompetensi yang perlu dikembangkan, sehingga harus dimasukkan dalam kurikulum. Perangkat kompetensi pada kelas-kelas permulaan adalah sebagai berikut.
1.      Keterampilan Pra-Menulis:
a.       Meraih, meraba, memegang, dan melepas benda,
b.      Mencari perbedaan dan persamaan berbagai benda, bentuk, warna, bangun, posisi,
c.       Menentukan arah kiri, kanan, atas, bawah, depan, belakang.
2.      Keterampilan Menulis (handwriting):
a.       Memegang alat tulis
b.      Menggerakkan alat tulis
c.       Menyalin huruf
d.      Menulis namanya sendiri dengan huruf balok
e.       Menyalin kata dan kalimat dengan huruf balok
f.        Menyalin huruf balok dari jarak jauh – menyalin kalimat dengan tulisan bersambung
g.       Menyalin tulisan dari jarak jauh
3.      Keterampilan  Mengeja:
a.       Mengenal huruf abjad
b.      Mengenal kata
c.       Mengucapkan kata yang diketahuinya
d.      Mengenal perbedaan dan persamaan konfigurasi kata
e.       Membedakan bunyi pada kata
f.        Mengasosiasikan bunyi dengan huruf
g.       Mengeja kata
h.       Menemukan aturan ejaan kata
i.         Menulisa kata dengan ejaan yang benar

BAB III
ASESMEN KESULITAN MENULIS
A.     Jenis Kesulitan Menulis
1.      Terlalu lambat dalam menulis
2.      Salah arah pada penulisan huruf dan angka
3.      Terlalu miring
4.      Jarak antara uruf tidak konsisten
5.      Tulisan kotor
6.      Tidak tepat dalam mengikuti garis horizontal
7.      Bentuk huruf atau angka tidak terbaca
8.      Tekanan pensil tidak tepat
9.      Bentuk terbalik.
B.     Mengamati Proses Menulis
untuk keterampilan menulis, asesmen yang paling praktis adalah menganalisis sampel hasil tulisan anak.
Pada waktu mengadakan observasi anak dalam kegiatan menulis, guru mencatat masalah yang dihadapi anak.
1.      Apakah anak memegang pesil dengan benar?
2.      Apakah posisi kertas yang ditulisi sudah baik?
3.      Apakah posisi duduk anak sudah benar, termasuk jarak antara mata dengan buku?
4.      Apakan anak tampak tegang, frustrasi, atau emosional pada waktu menulis?
5.      Apakah anak menunjukkan sifat negative, bosan atau mengganggu pada waktu menulis?
C.     Analisi Sampel Tulisan
Ada beberapa aspek yang dapat ditemukan berikut ini:
1.      Bentuk kata
Dalam bentuk kata, guru dapat menggunakan karton berukuran 3 × 5 cm. di tengah karton itu dibuat sebuah lubang berbentuk lingkaran dengan ukuran sedikit lebih besar daripada besar satu huruf. Dengan cara ini guru dapat mengetahui huruf atau angka nama yang bentuknya tidak terbaca.
2.      Ukuran, letak, proporsi huruf
Ukuran dan proprosi huruf dapat dilihat dengan membandingkannya dengan huruf yang lain. Tinggi huruf l,d atau k, misalnya harus dua kali lebih tinggi dari huruf a,u,o,n. panjang kaki huruf g,j,p adalah setengah kali tinggi badannya. Sedangkan letak huruf seharusnya rata pada garis datar.
3.      Jarak
Jarak artara satu huruf dengan yang lain harus konsisten. Demikian juga jarak antara satu kata dengan kata yang lain dalam satu kalimat juga harus konsisten. Jarak antarkata harus lebih lebar daripada jarak antarhuruf.
4.      Tebal tipis
Pada awal belajar menulis, anak seharusnya dibiasakan menulis dengan pensil bukan dengan pulpen, agar dapat dilihat tebal tipis tulisannya.
5.      Tegak atau miring
Huruf balok harus ditulis tegak lurus pada garis, sedangkan huruf bersambung dapat berfariasi. Huruf miring sebenarnya lebih menguntungkan. Tetapi apapun pilihannya, anak harus dibiasakan menulis secara konsisten.
6.      Kecepatan
Kecepatan menulis pada orang dewasa umumnya sebagai berikut:
Menulis saja                                         80-100 hpm (huruf per jam)
Menyalin huruf balok                            75 hpm
Menyalin huruf bersambung                   125 hpm
Menyalin angka                                                120 hpm
Target kecepatan menulis huruf balok diperkiran sebagai berikut
Kelas 1 : 25 hpm          kelas 2 : 30 hpm
Kelas 3 : 38 hpm          kelas 4 : 45 hpm
Kelas 5 : 60 hpm          kelas 6 : 67 hpm
SMP     : 74 hpm

BAB IV
MENANGANI KESULITAN MENULIS
A.     Kesiapan Menulis
Menulis membutuhkan kontrol maskular, koordinasi mata-tangan, dan diskriminasi visual. Aktivitas yang mendukung kontrol muskular antara lain: menggunting, mewarnai gambar, finger painting, dan tracing. Kegiatan koordinasi mata-tangan antara lain: membuat lingkaran dan menyalin bentuk geomteri. Sementara itu, pengembangan diskriminasi visual dapat dilakukan dengan kegiatan membedakan bentuk, ukuran, dan detailnya, sehingga anak menyadari bagaimana cara menulis suatu huruf.
B.     Menulis Balok
·        Perlihatkan sebuah huruf yang akan ditulis.
·        Ucapkan dengan jelas nama huruf dan arah garis untuk membuat huruf itu.
·        Anak menelusuri huruf itu dengan jarinya sambil mengucapkan dengan jelas arah garis untuk membuat huruf itu.
·        Anak menelusuri garis tersebut dengan pensilnya.
·        Anak menyalin contoh huruf itu di kertas/bukunya.
Jika cara ini sudah dikuasai, mintalah anak menyambungkan titik yang dibentuk menjadi huruf tertentu, sampai akhirnya anak mampu membuat huruf dengan baik tanpa dibantu. Tahap selanjutnya adalah menulis kata dan kalimat.
C.     Tahap transisi
Huruf transisi adalah huruf yang digunakan untuk melatih siswa sebelum menguasai huruf sambung. Adapun langkah-langkah pengajarannya sebagai berikut.
  • Kata atau huruf ditulis dalam bentuk lepas atau cetak.
  • Huruf yang satu dan yang lain disambungkan dengan titik-titik dengan meggunakan warna yang berbeda.
  • Anak menelusuri huruf dan sambungannya sehingga menjadi bentuk huruf sambung.
D.    Tulisan Bersambung
Pada penulisan bersambung, huruf-huruf dalam satu kata digabungkan dengan garis penghubung. Kegiatan ini mebutuhkan lebih banyak gerak halus.


Kami sertakan tabel cara melatih anak disgrafia agar dapat menulis dengan baik dan benar.
Faktor
Masalah
Penyebabnya
Remedial
Bentuk
Huruf terlalu miring
Posisi kertas yang miring
Betulkan posisi kertas sehingga tegak lurus dengan badan
Ukuran
Terlalu besar dan terlalu tebal
  • Kurang memahami garis tulisan
  • Gerakan tangan yang kaku
·      Ajarkan kembali tentang konsep ukuran dan perjelas garis tulisan
·      Latih gerakan tangan, salah satu caranya dengan latihan membuat lingkaran atau bentuk lengkung
Spasi
  • Huruf dalam satu kata seperti menumpuk
  • Spasi antar-huruf terlalu lebar
  • Kurang memahami konsep spasi
  • Kurang memahami bentuk dan ukuran
·      Ajarkan kembali konsep spasi antar-kata
·      Kaji kembali konsep bentuk ukuran dan huruf
Kualitas garis
Terlalu tebal atau menekan terlalu tipis
Masalah pada tekanan tulisan
Perbaiki cara memegang alat tulis, perbaiki gerakan tangan, serta beikan latihan menulis di atas kertas tipis dan kertas kasar
Kecepatan
Lambat dalam menulis (ketika menyalin atau saat dikte)
Tingkat kemampuan menulis tidak sebanding dengan kecepatannya
Latih menarik garis lurus dengan cepat serta latihan membuat bentuk melingkar dan melengkung di kertas berpetak

BAB V
ASESMEN KESULITAN MENGEJA
A.     Pengamatan Guru
Guru dapat memperoleh data tentang jenis kesalahan ejaan melalui observasi dan eavaluasi secara terstuktur terhadap sikap, pekerjaan tulis dan jawaban lisan anak. Sikap negative terhadap ejaan, keengganan bertanya dan kebiasaan tidak teliti dalam ejaan merupakan hal yang perlu mendapat perhatian. Analisis pekerjaan tertulis dapat menunjukkan penyabab keasalahan, jenis kesalahan tingkat penguasaan kosakata, dan pengetahuan tentang ejaan anak. Kaecuali itu, guru harus memperhatikan respon lisan anak untuk mengetauhi ucapan, artikulasi dan dialeknya. Ada kemungkinan ejaan yang salah disebabkan oleh artikulasi yang salah.
B.     Dikte
Dikte adalah tehnik yang paling banyak dipakai untuk mengukur keterampilan mengeja dan menetapkan tingkat kemampuan anak. Dalam kegiatan dikte, guru mengucapkan kata secara lepas (misalnya naik), diikuti dengan kalimat yang menggunakan kata itu (saya naik sepeda), diakhiri dengan mengucapkan lagi kata tersebut. Anak harus mendengarkan kata yang dipakai dalam konteks, bukan kata lepas. Hal ini dilakukan agar anak lebih jelas mengkap kata yang dimasukkan oleh guru.
Hasil asesmen melalui dikte menunjukkan tingkat penguasaan ejaan anak, seorang anak dikatakan sudah berada pada tahap mandiri jika mencapai minimal 90% benar, tahap bimbingan jika mencapai antara 70% - 90%, dan tingkat frustrasi jika hanya mencapai dibawah 70%.
C.     Analisis Salah Eja
Diagram analisis salah eja dapat dibuat oleh guru untuk setiap anak. Yang mana menggambarkan profil kemampuan dan kelemahan anak. Setiap jenis salah eja dapat ditulis dalam diagram ini. Salah eja dapat dianalisis melaui hasil karangan/tulisan anak atau dari kata-kata yang didiktekan. Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar salah eja terjadi pada huruf vocal ditengah kata atau suku kata. Berdasarkan asesmen, guru dapat memusatkan kegiatan bimbingan pada aspek yang memang belum dikuasai oleh anak.

Diagram analisis eja
Nama                                                                    kelas
Jenis Kesalahan
Tanggal
Diskripsi/Contoh
Penambahan huruf ekstra
Penambahan huruf ekstra
Penghilanga  huruf
Susunan huruf terbalik
Salah interpretasi kata karena dialek
Dll.



D.    Prosedur Cloze
Prosedur cloze merupakan alat assessment kemampuan mengeja. Dalam prosedur cloze khusus untuk mengukur ejaan, anak tidak dibebaskan untuk melengkapi kalimat dengan kata apapun yang sesuai, tetapi harus menggunakan kata yang beberapa hurufnya sudah ditunjukkan. Inilah bedanya prosedur cloze untuk kemampuan prosedur membaca. Misalnya “saya h_s, beri saya air. Kerbau itu merasa gatal di P____.” Format lain dari prosedur cloze adalah bentuk pilihan ganda. Misalnya, “burung itu ___ (benyanyi, bernanyi, bernyanyi) di atas (pohon, pohan, pahan)”.

E.     Tes Modalitas
Mengukur kemampuan anak melalui kombinasi berbagai modalitas syaraf untuk input dan outputnya. Ada lima pola kombinasi modalitas untu mengukur kemampuan mengeja, yaitu :
1.      Auditiri – Vokal            : Guru mengucapkan kata kemudian anak mengucapkan ejaannya.
2.         Auditiri – Motorik       : Guru mengucapkan kata, anak menuliskan ejaannya pada kertasnya.
3.      Visual – Vokal  : Guru secara sepintas menunjukkan kata pada kartu kata, anak mengucapkan ejaannya.
4.      Visual – Motorik          : Guru secara sepintas menunjukkan kata, anak menuliskan ejaannya pada kertas tulis
5.      Kombinasi                    : Guru menunjukkan kata secara sepintas sambil mengucapkannya, anak mengucapkan ejaannya kemudian menulisnya.
Kecuali untuk mengukur tingkat kemampuan mengeja anak, tes modalitas juga berguna untuk mengenai gaya belajar yang dipilihnya. Misalnya, guru memilih 40 buah kata baru yang belum dikenalkannya. Ke 40 dibagi menjadi empat kelompok masing-masing terdiri dari 10 kata. Secara beruntutan selama 4 hari, anak memperlajari 10 kata baru perhari, masing-masing dua kata untuk setiap kombinasi modalitas diatas. Pada hari ke-5 anak dites untuk 40 kata. Dengan ini dapat diketahui kombinasi modalitas yang mana yang menghasilkan paling tinggi tingka penguasaan anak.

BAB VI
MENANGANI KESULITAN MENGEJA
A.     Mengajarkan Aturan Ejaan
Ada dua pendekatan yang dapat diaplikasikan dalam mengajarkan aturan ejaan. Yaitu pendekatan ejaan dan pendekatan linguistik. Menurut pendekatan ejaan atau fonik, rumus yang diajarkan pada anak adalah sistem kaitan antara huruf dengan bunyi. Bunyi /u/ dilambangkan dengan u, bunyi /k/ dilambangkan k, dan sebagaimana. Dengan pengetahuan seperti ini, setiap anak mendengar suatu kata, misalnya kaku, anak dapat langsung mengejanya dengan memenggal kata menjadi suku kata.
Dengan pendekatan linguistik, ditunjukkan pola ejaan kata-kata kancing, guling, dan sebagainya. Setalah menganalisis kata-kata yang menpunyai pola ejaan yang sama, anak akan akan dapat menggeneralisasikan pola tersebut untuk menerka ejaan kata-kata.
B.     Pendekatan Multisensori
Metode multisensori Fernald melibatkan empat indera, yaitu visual, auditori, kinestetik, dan tactile (VAKT). Menurut metode ada beberapa aspek penting dalam pengajaran mengeja
1.      Persepsi yang jelas tentang bentuk kata.
2.      Pengembangan gambaran visual kata.
3.      Penanaman kebiasaan melalui penulisan berulang-ulang sehingga gerakan motoriknya otomatis.
Mengajar mengeja menurut metode ini meliputi langkah-langkah berikut.
a.       Guru menuliskan dan mengucapkan kata, anak melihat dan mendengarkat.
b.      Anak menelusuri kata sambil secara simultan mengucapkannya. Kemudian anak menyalin atau menulis kata sambil mengucapkannya. Ucapan anak harus benar, terutama jika dilakukan sangat lambat, sehingga dapat dilahat bahwa suku kata yang diucapkan adalah yang sedang ditelusuri.
c.       Anak menulis kata tanpa contoh. Jika belum benar, langkah kedua harus diulang. Jika sudah benar, kata disimpan dalam file anak yang kemudian dapat disusun menjadi cerita.
d.      Pada tahap lanjut, kegiatan menelusuri tidak selalu diperlukan.
C.     Teknik Tes-Ajar
Anak diberi tes awal pada awal setiap pokok pembahasan. Kata-kata yang tidak dapat diejakan akan menjadi satu daftar kata yang harus dipelajari anak. Pada akhir pokok bahasan, tes akhir diberikan untuk melihat kemajuan anak.
Versi lain adalah ditiadakannya tes awal. Anak mendapat daftar kata dari satu pokok bahasan. Setelah mengikuti bimbingan mengeja, baru diadakan tes akhir. Prosedur ini ternyata lebih efektif daripada prosedur yang memberikan tes awal
Hasil penelitan menunjukkan bahwa pemberian dorongan mambuat anak bekerja lebih keras sehingga berprestasi lebih tinggi pula.
D.    Teknik Daftar Mengambang
Pengajaran mengeja umumnya menggunakan daftar kata yang sudah pasti. Anak harus mempelajari daftar ini, dan boleh pindah ke daftar yang baru jika daftar lama sudah dikuasai. Teknik ini ternyata kurang efektif. Satu prosedur yang lebih kuwes disebut daftar kata mengambang. Dengan teknik ini, anak memperoleh daftar kata (misalnya 20 buah kata) untuk dipelajari sendiri. Jika sejumlah kata dikuasai, kata-kata ini akan dihapus dari daftar untuk digantikan dengan kata-kata baru dengan jumlah yang sama. Teknik ini ternyata lebih efektif dan lebih menarik bagi anak berkesulitan mengeja.