BAB II
PENGAJARAN MENULIS
A. Pengertian
Menulis
Yang di maksud dengan proses menulis meliputi tiga aspek,
yaitu menulis, mengeja, dan mengarang. Untuk dapat menulis dengan baik,
beberapa jenis keterampilan diperlukan, antara lain kemampuan mengorganisasikan
pendapat, mengingat, membuat konsep, dan mekanik (tata tulis). Dalam kehidupan
serba maju ini, kemampuan menulis mempunyai peran yang semakin besar. Hamper
setiap kehidupan memerlukan kemampuan menulis.
B. Pengajaran
Menulis dalam kurikulum
Penekana pada salah satu aspek sangat tergantung pada
kemampuan anak. Pada setiap aspek menulis, ada beberapa kompetensi yang perlu
dikembangkan, sehingga harus dimasukkan dalam kurikulum. Perangkat kompetensi
pada kelas-kelas permulaan adalah sebagai berikut.
1. Keterampilan Pra-Menulis:
a. Meraih, meraba, memegang, dan
melepas benda,
b. Mencari perbedaan dan persamaan
berbagai benda, bentuk, warna, bangun, posisi,
c. Menentukan arah kiri, kanan, atas,
bawah, depan, belakang.
2. Keterampilan Menulis (handwriting):
a. Memegang alat tulis
b. Menggerakkan alat tulis
c. Menyalin huruf
d. Menulis namanya sendiri dengan huruf
balok
e. Menyalin kata dan kalimat dengan
huruf balok
f.
Menyalin huruf balok dari jarak jauh – menyalin kalimat
dengan tulisan bersambung
g. Menyalin tulisan dari jarak jauh
3. Keterampilan Mengeja:
a. Mengenal huruf abjad
b. Mengenal kata
c. Mengucapkan kata yang diketahuinya
d. Mengenal perbedaan dan persamaan
konfigurasi kata
e. Membedakan bunyi pada kata
f.
Mengasosiasikan bunyi dengan huruf
g. Mengeja kata
h. Menemukan aturan ejaan kata
i.
Menulisa kata dengan ejaan yang benar
BAB III
ASESMEN
KESULITAN MENULIS
A. Jenis
Kesulitan Menulis
1.
Terlalu lambat dalam menulis
2.
Salah arah pada penulisan huruf dan angka
3.
Terlalu miring
4.
Jarak antara uruf tidak konsisten
5.
Tulisan kotor
6.
Tidak tepat dalam mengikuti garis horizontal
7.
Bentuk huruf atau angka tidak terbaca
8.
Tekanan pensil tidak tepat
9.
Bentuk terbalik.
B. Mengamati
Proses Menulis
untuk keterampilan menulis, asesmen yang paling praktis
adalah menganalisis sampel hasil tulisan anak.
Pada waktu mengadakan observasi anak dalam kegiatan menulis,
guru mencatat masalah yang dihadapi anak.
1.
Apakah anak memegang pesil dengan benar?
2.
Apakah posisi kertas yang ditulisi sudah baik?
3.
Apakah posisi duduk anak sudah benar, termasuk jarak antara
mata dengan buku?
4.
Apakan anak tampak tegang, frustrasi, atau emosional pada
waktu menulis?
5.
Apakah anak menunjukkan sifat negative, bosan atau
mengganggu pada waktu menulis?
C. Analisi
Sampel Tulisan
Ada
beberapa aspek yang dapat ditemukan berikut ini:
1. Bentuk kata
Dalam bentuk kata, guru dapat
menggunakan karton berukuran 3 × 5 cm. di tengah karton itu dibuat sebuah
lubang berbentuk lingkaran dengan ukuran sedikit lebih besar daripada besar
satu huruf. Dengan cara ini guru dapat mengetahui huruf atau angka nama yang
bentuknya tidak terbaca.
2. Ukuran, letak, proporsi huruf
Ukuran dan proprosi huruf dapat
dilihat dengan membandingkannya dengan huruf yang lain. Tinggi huruf l,d atau
k, misalnya harus dua kali lebih tinggi dari huruf a,u,o,n. panjang kaki huruf
g,j,p adalah setengah kali tinggi badannya. Sedangkan letak huruf seharusnya
rata pada garis datar.
3. Jarak
Jarak artara satu huruf dengan yang
lain harus konsisten. Demikian juga jarak antara satu kata dengan kata yang
lain dalam satu kalimat juga harus konsisten. Jarak antarkata harus lebih lebar
daripada jarak antarhuruf.
4. Tebal tipis
Pada awal belajar menulis, anak
seharusnya dibiasakan menulis dengan pensil bukan dengan pulpen, agar dapat
dilihat tebal tipis tulisannya.
5. Tegak atau miring
Huruf balok harus ditulis tegak
lurus pada garis, sedangkan huruf bersambung dapat berfariasi. Huruf miring
sebenarnya lebih menguntungkan. Tetapi apapun pilihannya, anak harus dibiasakan
menulis secara konsisten.
6. Kecepatan
Kecepatan menulis pada orang dewasa
umumnya sebagai berikut:
Menulis saja 80-100 hpm (huruf per jam)
Menyalin huruf balok 75 hpm
Menyalin huruf bersambung 125 hpm
Menyalin angka 120
hpm
Target kecepatan menulis huruf balok
diperkiran sebagai berikut
Kelas 1 : 25 hpm kelas 2 :
30 hpm
Kelas 3 : 38 hpm kelas 4 : 45 hpm
Kelas 5 : 60 hpm kelas 6 : 67 hpm
SMP : 74 hpm
BAB IV
MENANGANI KESULITAN MENULIS
A. Kesiapan
Menulis
Menulis membutuhkan kontrol maskular, koordinasi
mata-tangan, dan diskriminasi visual. Aktivitas yang mendukung kontrol muskular
antara lain: menggunting, mewarnai gambar, finger painting, dan tracing.
Kegiatan koordinasi mata-tangan antara lain: membuat lingkaran dan menyalin
bentuk geomteri. Sementara itu, pengembangan diskriminasi visual dapat
dilakukan dengan kegiatan membedakan bentuk, ukuran, dan detailnya, sehingga
anak menyadari bagaimana cara menulis suatu huruf.
B. Menulis
Balok
·
Perlihatkan sebuah huruf yang akan ditulis.
·
Ucapkan dengan jelas nama huruf dan arah garis untuk membuat
huruf itu.
·
Anak menelusuri huruf itu dengan jarinya sambil mengucapkan
dengan jelas arah garis untuk membuat huruf itu.
·
Anak menelusuri garis tersebut dengan pensilnya.
·
Anak menyalin contoh huruf itu di kertas/bukunya.
Jika cara
ini sudah dikuasai, mintalah anak menyambungkan titik yang dibentuk menjadi
huruf tertentu, sampai akhirnya anak mampu membuat huruf dengan baik tanpa
dibantu. Tahap selanjutnya adalah menulis kata dan kalimat.
C. Tahap
transisi
Huruf
transisi adalah huruf yang digunakan untuk melatih siswa sebelum menguasai
huruf sambung. Adapun langkah-langkah pengajarannya sebagai berikut.
- Kata atau huruf ditulis dalam bentuk lepas atau cetak.
- Huruf yang satu dan yang lain disambungkan dengan titik-titik dengan meggunakan warna yang berbeda.
- Anak menelusuri huruf dan sambungannya sehingga menjadi bentuk huruf sambung.
D. Tulisan
Bersambung
Pada penulisan bersambung, huruf-huruf dalam satu kata
digabungkan dengan garis penghubung. Kegiatan ini mebutuhkan lebih banyak gerak
halus.
Kami
sertakan tabel cara melatih anak disgrafia agar dapat menulis dengan baik dan
benar.
Faktor
|
Masalah
|
Penyebabnya
|
Remedial
|
Bentuk
|
Huruf
terlalu miring
|
Posisi
kertas yang miring
|
Betulkan
posisi kertas sehingga tegak lurus dengan badan
|
Ukuran
|
Terlalu
besar dan terlalu tebal
|
|
·
Ajarkan kembali
tentang konsep ukuran dan perjelas garis tulisan
·
Latih gerakan
tangan, salah satu caranya dengan latihan membuat lingkaran atau bentuk
lengkung
|
Spasi
|
|
|
·
Ajarkan kembali
konsep spasi antar-kata
·
Kaji kembali konsep
bentuk ukuran dan huruf
|
Kualitas
garis
|
Terlalu
tebal atau menekan terlalu tipis
|
Masalah
pada tekanan tulisan
|
Perbaiki
cara memegang alat tulis, perbaiki gerakan tangan, serta beikan latihan
menulis di atas kertas tipis dan kertas kasar
|
Kecepatan
|
Lambat
dalam menulis (ketika menyalin atau saat dikte)
|
Tingkat
kemampuan menulis tidak sebanding dengan kecepatannya
|
Latih
menarik garis lurus dengan cepat serta latihan membuat bentuk melingkar dan
melengkung di kertas berpetak
|
BAB V
ASESMEN KESULITAN MENGEJA
A. Pengamatan
Guru
Guru dapat memperoleh data tentang
jenis kesalahan ejaan melalui observasi dan eavaluasi secara terstuktur
terhadap sikap, pekerjaan tulis dan jawaban lisan anak. Sikap negative terhadap
ejaan, keengganan bertanya dan kebiasaan tidak teliti dalam ejaan merupakan hal
yang perlu mendapat perhatian. Analisis pekerjaan tertulis dapat menunjukkan
penyabab keasalahan, jenis kesalahan tingkat penguasaan kosakata, dan
pengetahuan tentang ejaan anak. Kaecuali itu, guru harus memperhatikan respon
lisan anak untuk mengetauhi ucapan, artikulasi dan dialeknya. Ada kemungkinan
ejaan yang salah disebabkan oleh artikulasi yang salah.
B. Dikte
Dikte adalah tehnik yang paling
banyak dipakai untuk mengukur keterampilan mengeja dan menetapkan tingkat
kemampuan anak. Dalam kegiatan dikte, guru mengucapkan kata secara lepas
(misalnya naik), diikuti dengan kalimat yang menggunakan kata itu (saya naik
sepeda), diakhiri dengan mengucapkan lagi kata tersebut. Anak harus
mendengarkan kata yang dipakai dalam konteks, bukan kata lepas. Hal ini dilakukan
agar anak lebih jelas mengkap kata yang dimasukkan oleh guru.
Hasil asesmen melalui dikte menunjukkan tingkat penguasaan
ejaan anak, seorang anak dikatakan sudah berada pada tahap mandiri jika
mencapai minimal 90% benar, tahap bimbingan jika mencapai antara 70% - 90%, dan
tingkat frustrasi jika hanya mencapai dibawah 70%.
C. Analisis
Salah Eja
Diagram analisis salah eja dapat
dibuat oleh guru untuk setiap anak. Yang mana menggambarkan profil kemampuan
dan kelemahan anak. Setiap jenis salah eja dapat ditulis dalam diagram ini.
Salah eja dapat dianalisis melaui hasil karangan/tulisan anak atau dari
kata-kata yang didiktekan. Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar salah
eja terjadi pada huruf vocal ditengah kata atau suku kata. Berdasarkan asesmen,
guru dapat memusatkan kegiatan bimbingan pada aspek yang memang belum dikuasai
oleh anak.
Diagram analisis eja
Nama kelas
Jenis Kesalahan
|
Tanggal
|
Diskripsi/Contoh
|
Penambahan huruf ekstra
Penambahan huruf ekstra
Penghilanga huruf
Susunan huruf terbalik
Salah interpretasi kata karena
dialek
Dll.
|
|
|
D. Prosedur
Cloze
Prosedur cloze merupakan
alat assessment kemampuan mengeja. Dalam prosedur cloze khusus untuk mengukur
ejaan, anak tidak dibebaskan untuk melengkapi kalimat dengan kata apapun yang sesuai,
tetapi harus menggunakan kata yang beberapa hurufnya sudah ditunjukkan. Inilah
bedanya prosedur cloze untuk kemampuan prosedur membaca. Misalnya “saya h_s,
beri saya air. Kerbau itu merasa gatal di P____.” Format lain dari prosedur
cloze adalah bentuk pilihan ganda. Misalnya, “burung itu ___ (benyanyi,
bernanyi, bernyanyi) di atas (pohon, pohan, pahan)”.
E. Tes
Modalitas
Mengukur kemampuan anak melalui
kombinasi berbagai modalitas syaraf untuk input dan outputnya. Ada
lima pola kombinasi modalitas untu mengukur kemampuan mengeja, yaitu :
1. Auditiri – Vokal : Guru mengucapkan kata kemudian
anak mengucapkan ejaannya.
2.
Auditiri – Motorik :
Guru mengucapkan kata, anak menuliskan ejaannya pada kertasnya.
3. Visual – Vokal : Guru secara sepintas menunjukkan kata pada
kartu kata, anak mengucapkan ejaannya.
4. Visual – Motorik : Guru secara sepintas menunjukkan
kata, anak menuliskan ejaannya pada kertas tulis
5. Kombinasi : Guru menunjukkan kata secara sepintas sambil
mengucapkannya, anak mengucapkan ejaannya kemudian menulisnya.
Kecuali untuk mengukur tingkat kemampuan mengeja anak, tes
modalitas juga berguna untuk mengenai gaya belajar yang dipilihnya. Misalnya,
guru memilih 40 buah kata baru yang belum dikenalkannya. Ke 40 dibagi menjadi
empat kelompok masing-masing terdiri dari 10 kata. Secara beruntutan selama 4
hari, anak memperlajari 10 kata baru perhari, masing-masing dua kata untuk
setiap kombinasi modalitas diatas. Pada hari ke-5 anak dites untuk 40 kata.
Dengan ini dapat diketahui kombinasi modalitas yang mana yang menghasilkan
paling tinggi tingka penguasaan anak.
BAB VI
MENANGANI KESULITAN MENGEJA
A. Mengajarkan
Aturan Ejaan
Ada dua pendekatan yang dapat
diaplikasikan dalam mengajarkan aturan ejaan. Yaitu pendekatan ejaan dan
pendekatan linguistik. Menurut pendekatan ejaan atau fonik, rumus yang
diajarkan pada anak adalah sistem kaitan antara huruf dengan bunyi. Bunyi /u/
dilambangkan dengan u, bunyi /k/ dilambangkan k, dan sebagaimana. Dengan
pengetahuan seperti ini, setiap anak mendengar suatu kata, misalnya kaku, anak
dapat langsung mengejanya dengan memenggal kata menjadi suku kata.
Dengan pendekatan linguistik, ditunjukkan pola ejaan
kata-kata kancing, guling, dan sebagainya. Setalah menganalisis kata-kata yang
menpunyai pola ejaan yang sama, anak akan akan dapat menggeneralisasikan pola
tersebut untuk menerka ejaan kata-kata.
B. Pendekatan
Multisensori
Metode multisensori Fernald
melibatkan empat indera, yaitu visual, auditori, kinestetik, dan tactile
(VAKT). Menurut metode ada beberapa aspek penting dalam pengajaran mengeja
1. Persepsi yang jelas tentang bentuk
kata.
2. Pengembangan gambaran visual kata.
3. Penanaman kebiasaan melalui
penulisan berulang-ulang sehingga gerakan motoriknya otomatis.
Mengajar mengeja menurut metode ini
meliputi langkah-langkah berikut.
a. Guru menuliskan dan mengucapkan
kata, anak melihat dan mendengarkat.
b. Anak menelusuri kata sambil secara
simultan mengucapkannya. Kemudian anak menyalin atau menulis kata sambil
mengucapkannya. Ucapan anak harus benar, terutama jika dilakukan sangat lambat,
sehingga dapat dilahat bahwa suku kata yang diucapkan adalah yang sedang
ditelusuri.
c. Anak menulis kata tanpa contoh. Jika
belum benar, langkah kedua harus diulang. Jika sudah benar, kata disimpan dalam
file anak yang kemudian dapat disusun menjadi cerita.
d. Pada tahap lanjut, kegiatan
menelusuri tidak selalu diperlukan.
C. Teknik
Tes-Ajar
Anak diberi tes awal pada awal
setiap pokok pembahasan. Kata-kata yang tidak dapat diejakan akan menjadi satu
daftar kata yang harus dipelajari anak. Pada akhir pokok bahasan, tes akhir
diberikan untuk melihat kemajuan anak.
Versi lain adalah ditiadakannya tes awal. Anak mendapat
daftar kata dari satu pokok bahasan. Setelah mengikuti bimbingan mengeja, baru
diadakan tes akhir. Prosedur ini ternyata lebih efektif daripada prosedur yang
memberikan tes awal
Hasil penelitan menunjukkan bahwa pemberian dorongan mambuat
anak bekerja lebih keras sehingga berprestasi lebih tinggi pula.
D. Teknik
Daftar Mengambang
Pengajaran mengeja umumnya menggunakan daftar kata yang
sudah pasti. Anak harus mempelajari daftar ini, dan boleh pindah ke daftar yang
baru jika daftar lama sudah dikuasai. Teknik ini ternyata kurang efektif. Satu
prosedur yang lebih kuwes disebut daftar kata mengambang. Dengan teknik ini,
anak memperoleh daftar kata (misalnya 20 buah kata) untuk dipelajari sendiri.
Jika sejumlah kata dikuasai, kata-kata ini akan dihapus dari daftar untuk
digantikan dengan kata-kata baru dengan jumlah yang sama. Teknik ini ternyata
lebih efektif dan lebih menarik bagi anak berkesulitan mengeja.
kak boleh minta daftar pustakanya?
BalasHapus